Senin, 26 Maret 2012

Tugas Analisis Kurikulum Matematika

1.    Proses Perkembangan Kurikulum
Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan serta bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Perkembangan kurikulum yang merupakan inti dalam penyelenggaraan pendidikan dan oleh karenanya pengembangan dan pelaksanaannya harus berdasarkan pada asas-asas pembangunan secara makro.
Kurikulum sudah ada sejak zaman yunani kuno namun seiring berjalannya waktu kurikulum terus berkembang hingga kurikulum yang digunakan saat ini yaitu KTSP. Konsep kurikulum yang ditawarkan pada zaman yunani kuno itu adalah kumpulan mata pelajaran-mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari siswa. Setelah Indonesia terlepas dari jajahan kolonial pemerintah, pemerintah menyusun program pendidikan matematika merupakan pelajaran wajib pada saat itu. Pembelajaran matematika ditekankan pada ilmu hitung dan cara berhitung. Kekhasan lain dari pembelajaran matematika tradisional adalah lebih menekankan hafalan daripada pengertian. Menekankan sesuatu itu dihitung bukan mengapa sesuatu itu dihitungnya demikian. Setelah adanya kurikulum 1975 yang dilatar belakangi oleh adanya kemajuan teknologi. W. Bronell mengemukakan bahwa belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan berpengertian. Teori ini sesuai dengan teori Gestalt yang muncul sekitar tahun 1930-an. Gestalt menegaskan bahwa latihan hafal/drill adalah sangat penting dalam pengajaran namun diterapkannya setelah teertanam pengertian pada siswa. Dua hal yang mempengaruhi perkembangan pembelajaran matematika di Indonesia. Berbagai kelemahan nampak jelas, pembelajaran kurang menekankan pada pengertian, kurang adanya kontinuitas, kurang merangsang anak untuk ingin tahu, dan lain sebagainya. Ditambah lagi masyarakat dihadapkan pada kemajuan teknologi.
Pembelajaran matematika pada era 1980-an merupakan gerakan revolusi matematika kedua. Tahun 1984 pemerintah melaunching kurikulum baru, yaitu kurikulum tahun 1984. Alasan dalam menerapkan kurikulum baru tersebut antara lain, adanya sarat materi, perbedaan kemajuan pendidikan antar daerah dari segi teknologi, adanya perbedaan kesenjangan antara program kurikulum di satu pihak dan pelaksana sekolah serta kebutuhan lapangan dipihak lain, belum sesuainya materi kurikulum dengan tarap kemampuan anak didik. Dan, CBSA (cara belajar siswa aktif) menjadi karakter yang begitu melekat erat dalam kurikulum tersebut.
Kurikulum 1994 pembelajaran matematika mempunyai karakter yang khas struktur materi sudah disesuaikan dengan psikologi perkembangan anak. Materi computer sedikit lebih diperdalam, model pembelajaran matematika kehidupan disajikan dalam berbagai pokok bahasan pembelajaran matematika saat itu mengedepankan tekstual materi namun tidak melupakan hal-hal kontekstual yang berkaitan dengan materi.
10 tahun berjalan dengan kurikulum 1994, pola-pola lama bahwa guru menerangkan konsep, guru memberikan contoh serta murid secara individu mengerjakan latihan dan sebagainya. Para siswa pada umumnya belajar tanpa ada kesempatan untuk menyampaikan gagasannya. Pembelajarn model ini semakin memunculkan kesan kuat bahwa matematika pelajaran yang sangat sulit dan tidak menarik. Inilah yang melatar belakangi munculnya kurikulum 2004, yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan salah satu tujuannya melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkankesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi.
Perencanaan, pengembangan yang inovasi dalam perkembangan kurikulum hingga muncullah kurikulum baru yang saat ini digunakan yaitu KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan). KTSP memiliki beberapa prinsip, dari prinsip-prinsip itulah yang membedakan/melatarbelakangi kurikulum sebelumnya. Diartikan prinsip-prinsip itu sebagai ruh/jiwa kurikulum.
2.    Munculnya Kurikulum 1975
Salah satu hal yang melatar belakangi kemunculan kurikulum 1975 adalah oleh adanya kemajuan teknologi. Teori yang dikemukakan oleh W. Brownell dan Gestalt juga ikut mempengaruhi perkembangan pembelajaran matematika di Indonesia. Kurikulum sebelumnya (kurikulum Tradisional) pembelajaran lebih menekankan pada hafalan daripada pengertian. Menekankan bagaimana sesuatu itu dihitung bukan mengapa sesuatu itu dihitung demikian, lebih mengutamakan kepada melatih otak bukan kegunaan, urutan operasi harus diterima tanpa alas an. Pada umumnya hal inilah yang menjadi penyebab mengapa muncul kurikulum 1975.

3.    Karakteristik Kurikulum 1984
Yang menjadi perhatian dalam kurikulum 1984 adalah bahan baru yang sesuai dengan tuntutan di lapangan misalkan dikurikulum ini siswa SD diberi materi aritmatika social, sementara untuk siswa SMA diberi materi baru seperti computer atau biasa disebut TIKOM (teknologi informasi dan komunikasi).

4.    Karakteristik Kurikulum 2004
Karakteristik kurikulum 2004 atau dinamai Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) terdapat pada model pembelajaran yang bertujuan:
1.    Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi.
2.    Mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
3.    Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, Mengembangkan kewmapuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan.
Pada tuntutan zaman ini diperlukan masyarakat berpengetahuan yang belajar sepanjang hayat. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan berkualitas. Sehingga dibutuhkan kurikulum yang mampu menjadi wahana pencapaian pengetahuan dan keterampilan.

5.    Sistem KTSP
    KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. (BSNP, 2006: 1).
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 menyatakan: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. KTSP mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Standar nasional pendidikan terdiri atas: standar isi (SI), standar proses, standar kompetensi lulusan (SKL), standar tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Terkait dengan pengembangan KTSP. Terdapat sejumlah prinsip yang harus dipenuhi (BSNP, 2006: 1). Yaitu :
1.    Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
2.    Beragam dan terpadu. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman.
3.    Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
4.    Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
5.    Menyeluruh dan berkesinambungan.
6.    Belajar sepanjang hayat.
7.    Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

6.    5 Unsur Matematika Sekolah
Berdasarkan PERMENDIKNAS No. 22 Tahun 2006, Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berikut:
1.    Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2.    Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3.    Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4.    Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5.    Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu,   perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.


Jumat, 06 Januari 2012

Teori Belajar

Teori Belajar Behavioristik, Kognitif, dan Konstruktivisme Teori Belajar Behavioristik
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat.

Teori Belajar Kognitif
Dalam bab sebelumnya telah dikemukan tentang aspek aspek perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu tahap (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
• Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
• Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
• Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
• Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
• Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

Teori Belajar Konstruktivisme
Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompok dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Slavin dalam Nur, 2002: 8).

Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut ( Nur, 2002 :8).
Semua metode mengajar sama. Semua mendeskripsikan kegiatan belajar-mengajar daya upaya mencapai tujuan pembelajaran. Metode mengajar mendeskripsikan interaksi antara guru dengan siswa dalam proses belajar. Metode mengajar mendeskripsikan pengalaman belajar siswa yang berproses sehingga jelas pentahapannya. Dari metode dapat kita lihat bagaimana  pengalaman belajar siswa berkembang sehingga siswa menguasai pengetahuan, meningkatkan keterampilan dan menguatkan sikap yang terbentuk melalui proses belajar.

Tiap metode memiliki kebermaknaan tertentu terhadap hasil belajar siswa. Namun semua bergantung pada guru juga yang menggunakan metode. Bergantung pada keterampilannya menggunakan metode, berbatung pada factor-faktor lain yang mendukung kegiatan pembelajaran.
Penggunaan metode mengajar dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu, langsung dan tak langsung. Pengkategorian ini jika diurai lebih lanjut  keadaannya jauh sedikit lebih rumit daripada yang dapat dilihat secara sepintas. Tiap metode pembelajaran memiliki kelebihan, kekurangan, serta membutuhkan persiapan awal yang berbeda-beda. Kelebihan dan kekurangan bisa juga secara alami karena terkait erat pada metode yang lain. Guru perlu memiliki keterampilan khusus untuk mengaitkan tiap metode yang digunakan untuk memudahkan siswa menyerap materi pelajaran.
Kita tahu pula bahwa metode pembelajaran adalah “benar” untuk pelajaran tertentu. Itu sangat bergantung pada banyak hal. Di antaranya, usia siswa, tingkat perkembangan siswa, pengetahuan yang sudah siswa kuasai sebelumnya,  di samping itu, bergantung pula pada materi yang harus siswa kuasai, pada mata pelajaran apa, SK-dan KD apa, dan indicator pembelajaran seperti apa, ketersediaan waktu, sumber belajar yang tersedia, serta waktu belajar yang digunakan seperti pagi, siang, sore dsb.
Yang cukup menyulitkan guru adalah memilih metode mengajar yang paling sesuai dengan materi pelajaran serta sesuai dengan harapan siswa seingga dapat mengembangkan potensi belajarnya secara optimal. Siswa menyukainya karena metode sesuai dengan gaya mengajar dan suasana belajar. Motivasi belajar siswa meningkat karena siswa menyukai cara guru berinteraksi.
Sekali pun guru dapat memilih metode yang paling sesuai, namun  tak ada satu pun metode yang berhak mendapat julukan terbaik.  Oleh karena itu, guru perlu  mempertimbangkan dan menganalisis karakteristik khas tiap metode. Dengan memhami itu maka guru  terbantu memilih keputusan terbaik.
Di bawah ini terdapat sejumlah metode yang sangat populer yang dapat dipertimbangkan untuk membuat pembelajaran lebih aktif dan menggunakan metode yang lebih variatif. Berikut analisis dari sisi kelibihan dan kekurangannya, serta hal-hal yang perlu guru persiapkan sebelam pelaksanaan pembelajaran dimulai. Sejumlah metode di bawah ini dimuat  pada www.adprima.com/teachmeth.htm, penulisnya menyatakan bahwa urutan itu dikembangkan begitu saja tanpa memperhatikan adanya prioritas tertentu atau karena pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Tatap Muka (Directing Teaching)
Kelebihan Kekuarangan Yang Perlu Guru Persiapkan
  • Memungkinkan mencapai target belajar yang sangat spesifik.
  • Siswa dapat mendalami mengapa materi yang dipelajarinya penting.
  • Siswa dapat mengklarifikasi tujuan pembelajaran
  • Dengan cepat dapat mengukur materi yang telah siswa kuasai.
  • Metode ini digunakan secara luas oleh guru di mana pun
  • Baik digunakan untuk menjelaskan fakta yang spesifik dan keterampilan dasar.
  • Dapat membatasi kreativitas guru.
  • Memerlukan pengorganisasian materi pelajaran dengan baik dan persiapan keterampilan komonikasi yang prima.
  • Tiap tahap pembelajaran perlu dirancang dan dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan.
  • Dapat menghambat efektivitas pengembangan keterampilan berpikir level tinggi dan sangat bergantung pada tingkat kesulitan materi serta kompetensi guru.
    • Materi pelajaran harus dikemas dengan baik sebelum pelaksanaan pembelajaran.
  • Guru harus memiliki pemahaman bekal ajar siswa sebelum pembelajaran di mulai, memahami benar pengetahuan yang sudah siswa kuasai.

Belajar Bersama (Kooperatif Learning)

Kelebihan Kekurangan Yang Perlu Guru Persiapkan
  • Membantu  meningkatkan keterladanan dan tanggungjawab
  • Tidak seluruh siswa bekerja optimal
  • Tentukan dengan jelas pengetahuan dan keterampilan yang hendak siswa pelajari.
  • Didukung dengan riset dengan teknik yang efektif.
  • Siswa cenderung sulit berbagi jawaban.
  • Tentukan siapkan dan tentukan persyaratan agar siswa dapat bekerja dalam kelompok.
  • Siswa belajar bersabar, mengurangi mengkritik, dan lebih toleran.
  • Siswa agresif cenderung mengambil alih bicara.

  • Siswa yang cerdas menunjukkan dominasinya.

Metode Guru
Kelebihan
Kekurangan
Yang Perlu Guru Persiapkan
  • Materi yang faktual dijelaskan secara langsung, dan logis.
  • Sangat ditentukan oleh keterampilan bicara.
  • Pembukaan dan kesimpulan harus disiakan dengan jelas.
  • Diperkaya dengan inspirasi dari pengalaman guru.
  • Siswa selalu pasif.
  • Efektivitas pembelajaran berkaitan erat dengan waktu dan ruang lingkup materi dan siswa.
  • Bermanfaat untuk kelompok belajar kelas besar.
  • Proses belajar sulit diukur.
  • Sertai dengan contoh dan humor.

  • Komunikasi satu arah.


  • Tidak banyak mengapresiasi siswa


  • Tidak diajurkan metode ini digunakan untuk siswa di bawah 5 tahun.

Ceramah-Diskusi
Kelebihan Kekurangan Yang Perlu Guru Persiapkan
  • Memberi ruang kepada siswa untuk berpartisipasi, paling tidak setelah ceramah selesai.
  • Sedikitnya waktu yang bersisa menjadi kendala diskusi.
  • Guru harus menyiapkan pertanyaan yang akan memicu diskusi.
  • Siswa dapat ditantang bertanya atau mengklarifikasi.
  • Efektivitas diskusi sangat bergantung pada ketepatan pertanyaan dan diskusi sehingga guru harus berpindah atara menjelaskan dengan diskusi.
  • Guru harus mengantisipasi tingkat kesulitan pertanyaan dan mesepon pertanyaan siswa dengan tepat
  • Guru dapat menyelingi ceramah dengan diskusi


Menghadirkan Pakar
Kelebihan Kekurangan Yang Perlu Guru Persiapkan
  • Kehadiran ahli dari luar memberikan opini berbeda
  • Kepribadian pembicara membayangi keberhasilan dalam penyampaian materi.
  • Guru sebaiknya menjadi salah satu panelis.
  • Dapat memprovokasi dan menghangatkan diskusi
  • Seorang ahli belum tentu sebagai pembicara yang baik.
  • Guru menyajikan ringkasan.
  • Seringnya mengundang pembicara yang berbeda dapat memelihara minat siswa.
  • Materi yang dibahas belum tentu sesui dengan yang siswa harapkan.
  • Guru mengarahkan panel

  • Tidak cocok untuk siswa kelas dasar.